Kamis, 25 Juli 2013

Menghormati Qur'an

Penghargaan kaum Muslim terhadap Qur'an

Dari pengalaman di berbagai tempat ketika 'memburu' Qur'an, saya memperoleh banyak pelajaran, dan semakin berhati-hati memperlakukan Qur'an. Karena sering menemui keterbatasan fasilitas di lapangan, kadang-kadang saya lupa dan khilaf dalam memperlakukan Qur'an. Misalnya, di sebuah museum di Malaysia utara, ketika tidak menemui meja yang tepat untuk menaruh Qur'an untuk difoto, saya menggunakan kursi sebagai tempat untuk meletakkan Qur'an. Pegawai museum yang melihat segera mencegah tindakan tak pantas saya, "Ini 'kan biasa untuk duduk?" Saya harus segera paham maksudnya.
Sebuah banner pameran yang memuat Qur'an dari Pulau Penyengat, Kepulauan Riau.

Sementara, seorang kawan beberapa bulan lalu menjadi malu, karena tanpa begitu sadar menaruh Qur'an di lantai ketika memotret. Dua orang pelajar sekolah Tsanawiyah yang sedang mengaji tidak jauh dari situ segera menegur, seraya menyuruh kawan saya untuk mencium Qur'an itu tiga kali!
Orang Islam memang sangat menghormati Qur'an. Cara menghormatinya juga bermacam-macam. Yang paling umum, Qur'an harus ditaruh di tempat yang paling atas. Jika ditumpuk, Qur'an harus berada di lapisan paling atas, dan harus dipastikan tidak ada benda lain yang menindihnya. (Konon, di antaranya karena hal inilah, pencetakan Qur'an selama beberapa abad ditolak oleh umat Islam, karena teknik percetakan adalah dengan tindihan beban yang berat!).
Penghormatan terhadap Qur'an memang sudah didoktrinkan sejak kecil. Di pesantren, dalam pelajaran bahasa Arab yang dibaca keras-keras dan harus dihafalkan santri, ada teks berbunyi, "Al-Qur'anul-karim... nadha'uhu fi makanin murtafi'in... (Al-Qur'anul-karim... kita menaruhnya di tempat yang tinggi...)". Pada waktu kecil saya heran kenapa sebagian orang membawa Qur'an dengan dipanggul di atas kepala...
Cara lain menghormatinya, ketika membacanya sambil bersila, Qur'an tidak boleh dalam posisi yang lebih rendah dari kemaluan (maaf). Oleh karena itu, cara yang paling baik adalah meletakkannya di atas rehal (Jawa: rekal, lekar). Dalam menyimpan Qur'an, juga macam-macam caranya. Selain dimasukkan dalam kotak (lihat misalnya di Lombok http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/tradisi-mushaf-al-quran-di-lombok.html , juga sering dilindungi dengan kain putih. Ketika membuka pun, ada sebagian pemilik Qur'an tua yang mengharuskan "mengalirkan darah" dulu! Maksudnya, menyembelih ayam, atau kambing, atau sapi. Oleh karena syarat yang "mahal" inilah sebagian kawan 'penelusur' naskah/Qur'an "mundur teratur", karena tidak sanggup memenuhi syaratnya...

Nah, seorang kawan beberapa bulan lalu bercerita, bahwa di Leicester, Inggris, di sebuah perpustakaan di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ada pengunjung yang menyatakan rasa tidak senang dengan salah satu panel pameran karena ada gambar Qur'an yang diletakkan di bagian paling bawah sebuah banner. Ya, tentu penyelenggara harus memaklumi dan mengganti pajangannya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar