Rabu, 25 Juli 2012

Khazanah Mushaf Al-Qur'an Kuno Maluku

Pengantar
Mushaf Al-Qur’an dan naskah-naskah lainnya di Maluku tersebar di beberapa tempat. Namun, dari yang terdaftar hingga saat ini, terbanyak berasal dari Kabupaten Maluku Tengah. Dari beberapa kali penelusuran naskah, sejak tahun 2008, terhimpun 15 mushaf, terdiri atas manuskrip (tulis tangan) dan cetakan awal. Tulisan singkat di bawah ini mendeskripsikan ke-15 mushaf, diharapkan dapat merupakan gambaran awal mengenai keberadaan mushaf Al-Qur’an di Maluku pada masa lampau. Karena iklim yang lembab, dan perawatan yang kurang memadai, pada umumnya kondisi mushaf-mushaf kuno tersebut saat ini sangat memprihatinkan.

Deskripsi Mushaf
Mushaf 1. Mushaf ini dari Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran mushaf 27 x 20 cm, tebal 5,5 cm. Kondisi mushaf masih cukup baik, meskipun tanpa sampul. Halaman depan masih lengkap, namun bagian akhir mushaf ada yang telah hilang. Kaligrafi mushaf ditulis konsisten, dari awal hingga akhir mushaf, oleh satu orang penulis yang cukup terlatih. Kertas Eropa, agak tebal, dengan cap tandingan berhuruf “C & I HONIG”. Menurut penuturan pemiliknya, yang ia terima secara turun-temurun, konon penyalin mushaf ini bernama Nur Cahaya, seorang penyalin perempuan, yang diselesaikannya pada 1590. Namun, menurut Dr Russell Jones, ahli kertas Eropa dari London, jenis kertas yang digunakan mushaf ini berasal dari pertengahan abad ke-19, sehingga menurutnya, mushaf ini tidak mungkin berasal dari akhir abad ke-16 (informasi email 18-12-2009). Mushaf ini, bersama beberapa naskah keagamaan lainnya, pernah dipamerkan pada Festival Istiqlal 1991 di Jakarta.
Mushaf 1.

Mushaf 2. Mushaf ini dari Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran mushaf 30 x 21 cm, tebal 7 cm. Kondisi mushaf tidak lengkap, rusak, banyak halaman lepas, dan tanpa jilidan. Kertas Eropa, namun cap kertas kurang jelas. Halaman tengah beriluminasi motif floral dengan tinta kecoklatan, tanpa warna. Iluminasi awal dan akhir mushaf tidak ditemukan lagi, karena halaman awal dan akhir mushaf telah hilang.
Mushaf 2.
 
Mushaf 3. Mushaf ini dari Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Kondisi mushaf sangat rusak, tidak lengkap, dan kebanyakan halaman telah terlepas. Kertas Eropa, tanpa cap kertas.
Mushaf 3.

Mushaf 4. Mushaf ini milik Masjid Tua Wapaue, Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran mushaf 33 x 19,5 cm, tebal 5,5 cm. Kertas Eropa, namun cap kertas tidak dapat ditera secara jelas, sementara cap tandingan berhuruf “LVG”. Kondisi mushaf rusak, dan jilidan lepas-lepas. Halaman mushaf tidak tertib, dan tidak lengkap lagi.
Mushaf 4.

Mushaf 5. Mushaf ini dari Hila, Maluku Tengah. Ukuran 23 x 19 cm., tebal 4 cm. Kondisi mushaf tidak lengkap, telah rusak, dan tidak bersampul. Kertas dluwang.
Mushaf 5.

Mushaf 6. Mushaf ini dari Hila, Maluku Tengah. Ukuran agak kecil, 20 x 17 cm. Kondisi mushaf telah rusak, dan sebagian besar kertas termakan tinta. Mushaf tidak lengkap, tidak bersampul, dan kuras terlepas-lepas. Kertas Eropa, cap kertas Concordia. Lain daripada yang lain, mushaf ini ditulis per juz. Setiap juz dipisahkan, dan permulaan juz dimulai dengan halaman baru dengan hiasan garis-garis segitiga. Semua kata “Allah” secara khusus digores dengan tinta merah.
Mushaf 6.

Mushaf 7. Mushaf ini milik sebuah keluarga di kota Ambon, namun asal mushaf ini dari Hitu, Maluku Tengah. Ukuran 27,5 x 19 cm., tebal 5 cm. Di antara mushaf-mushaf Maluku yang terdaftar dalam tulisan ini, mushaf inilah yang paling baik kondisinya, dan terawat. Kertas Eropa, dengan sampul kulit yang masih utuh. Mushaf ini tidak beriluminasi. Halaman awal dan akhir mushaf yang biasanya beriluminasi dibiarkan kosong, seakan-akan mushaf ini belum selesai dikerjakan. Kaligrafi cukup sederhana, namun ditulis secara konsisten oleh satu orang. Kepala surah dan tanda juz ditulis dengan tinta merah. Pemiliknya sangat protektif, selalu membungkus mushaf dengan kain putih, dan selalu membawanya ke mana pun ia pergi ke luar Ambon. Di halaman depan mushaf terdapat kolofon berbunyi: “Haqq al-faqir al-Hajj Idris Pelu negeri Hitu Lama, pusaka dari moyang Imam Pardin imam Hitu Lama lapis yang ketujuh.” Kolofon ini ditulis dalam huruf Jawi dengan tinta balpoin, sehingga dapat diperkirakan penulisan catatan ini dari masa belakangan.
Mushaf 7.

Mushaf 8. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 29,5 x 20,5 cm., tebal 6 cm. Kertas dluwang, tanpa sampul. Beberapa halaman bagian depan mushaf hilang, namun bagian akhir mushaf masih lengkap. Mushaf ini, beserta tiga mushaf lain dan sejumlah naskah lainnya, kini (2010) disimpan di sebuah rumah adat di Morella, di dalam sebuah koper besi tua.
Mushaf 8.

Mushaf 9. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 23,5 x 17,5 cm., tebal 3,5 cm. Kertas Eropa, tanpa cap kertas. Kondisi mushaf rusak, tanpa sampul, serta bagian depan dan akhir mushaf telah hilang. Mushaf ini disimpan di sebuah rumah adat di Morella.

Mushaf 9.

Mushaf 10. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 24,5 x 17 cm., tebal 7 cm. Kertas dluwang, tanpa sampul. Bagian depan dan akhir mushaf rusak, lecek, dan sebagian hilang. Mushaf ini disimpan di sebuah rumah adat di Morella, di dalam koper besi tua.
Mushaf 10.

Mushaf 11. Mushaf ini dari Morella, Leihitu, Maluku Tengah. Ukuran 27 x 17 cm., tebal 5 cm. Kertas dluwang, tanpa sampul. Mushaf ini tanpa sampul, namun terbilang paling lengkap, karena hanya lembaran yang berisi Surah al-Fatihah saja yang hilang. Iluminasi hanya terdapat di awal mushaf, berupa kotak persegi empat dan segitiga di tepi luar halaman. Kaligrafi mushaf cukup bagus, rapi. Kepala surah ditulis dengan tinta merah, di dalam kotak yang sengaja dibuat agak lebar. Mushaf ini disimpan di sebuah rumah adat di Morella.
Mushaf 11.

Mushaf 12. Sebuah mushaf di Desa Wakasihu, Leihitu Barat, Maluku Tengah. Tidak ada deskripsi terperinci mengenai mushaf ini, karena gambar ini diperoleh dari sebuah akun facebook. Mushaf yang sama, dengan halaman yang berbeda, pernah tampil pula pada akun facebook atas nama Faisal Mowaviq El Chapra. Dari dua foto yang diunggahnya, sebenarnya memperlihatkan dua buah mushaf, namun keduanya dalam kondisi yang sangat rusak dan tidak lengkap lagi.
Mushaf 12. (Foto: Facebook)


Mushaf 13. Mushaf koleksi Perpustakaan Universitas Leiden (Cod.Or.1945) asal Manipa, Maluku. Menurut catatan dalam bahasa Belanda yang terdapat pada mushaf ini, mushaf bertarikh 1694 ini ditulis di Pulau Manipa oleh Batu Langkai, imam Tomilehu, yang telah ditashih oleh empat imam lainnya. Beberapa halaman mushaf ini memuat terjemahan antarbaris dalam bahasa Melayu, dan sejumlah catatan tambahan lainnya dalam bahasa Melayu, Arab, dan Belanda. Kondisi mushaf dalam keadaan baik dan lengkap. Setiap halaman terdiri atas 16 baris. Iluminasi awal mushaf memperlihatkan ‘citarasa’ Eropa yang kuat, bergaya Rococo (Gambar a). Corak ini berbeda dengan iluminasi di akhir mushaf yang lebih bergaya Nusantara, meskipun mungkin dibuat oleh seniman yang sama (Gambar b). Iluminasi mushaf ini memperlihatkan pengaruh kehadiran orang Eropa di kawasan Maluku sejak berabad lampau. (Straver et al., 2004: 26-27).
Mushaf 13a. Foto: Amiq

Mushaf 13a. (Foto: Jan van der Putten)


Mushaf 14. Mushaf ini milik Masjid Tua Wapaue, Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah, dan disimpan di dalam masjid. Masyarakat setempat menyebut mushaf ini Mushaf Wahabillah. Ukuran mushaf 33 x 20,5 cm, tebal 6 cm. Kertas Eropa, dengan cap kertas berupa singa membawa pedang, dan cap tandingan berhuruf “SS & Z”. Kondisi mushaf rusak, tidak lengkap, dan jilidan terlepas-lepas. Berdasarkan bandingan dengan mushaf-mushaf lainnya, dapat dipastikan bahwa mushaf ini adalah cetakan Singapura, akhir abad ke-19.
Mushaf 14.

Mushaf 15. Mushaf cetakan India, milik sebuah keluarga di Seith, Maluku Tengah. Mushaf ini dalam ukuran agak kecil. Berbeda dengan umumnya mushaf cetakan India akhir abad ke-19 yang tidak merupakan “Qur’an Pojok”, mushaf ini, seperti umumnya cetakan Turki, setiap halaman diakhiri dengan penghabisan ayat. Sejauh ini, mushaf cetakan seperti ini jarang ditemukan di Nusantara. Tampaknya, ‘rekabentuk’ mushaf ini merupakan perpaduan antara tradisi mushaf India dan Turki. Sebagaimana kebiasaan mushaf Turki, setiap halaman mushaf ini terdiri atas 15 baris tulisan, dan hiasan pada setiap awal juz tampaknya ada pengaruh motif hiasan Turki. Namun yang paling membedakan antara kedua tradisi itu adalah gaya kaligrafinya. India dan Turki memiliki karakter huruf yang sangat berbeda, dan mushaf ini menggunakan gaya Naskhi Indo-Persia yang khas. Pada halaman akhir mushaf terdapat kolofon yang menyatakan bahwa mushaf ini selesai ditulis oleh Mirza Muhammad Ali pada tahun 1288 H (1870-1871) – namun tidak ada tarikh percetakannya.
Mushaf 15.
 
[Pernah dimuat dalam katalog pameran mushaf Al-Qur'an pada MTQ Nasional ke-24 di Ambon, 8-15 Juni 2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar